Persinggungan Hak Ex Officio Hakim Dan Ultra Petitum Partium Dalam Perkara Perceraian
Main Article Content
Perceraian di Pengadilan Agama merupakan ranah hukum yang kompleks, melibatkan berbagai aspek sosial, kultural, dan hukum. Sehingga peran hakim vital dengan konsep hukum progresif sebagai landasan maka muncul tantangan implementasi ex officio hakim, ultra petitum partium, konsep judge made law, dan hukum progresif dalam konteks perceraian di Pengadilan Agama. Hukum progresif, yang diperkenalkan oleh Satjipto Rahardjo, menjadi penting dalam merespons ketidakpuasan terhadap penerapan ilmu hukum positif. Hakim dalam era hukum progresif diharapkan tidak hanya sebagai penegak aturan, melainkan sebagai arsitek hukum yang dapat menciptakan keadilan responsif terhadap realitas sosial. Dalam konteks perceraian, hakim memiliki kewenangan ex officio, memungkinkan mereka bertindak tanpa harus terbatas pada tuntutan pihak yang bersengketa. Namun, pelaksanaan ex officio hakim dihadapkan pada pembatasan, termasuk prinsip ultra petitum partium yang mengatur batas wewenang hakim agar tidak melampaui tuntutan yang diajukan. Keseluruhan, artikel ini membahas bagaimana hukum progresif, ex officio hakim, ultra petitum partium, dan judge made law berinteraksi dalam ranah perceraian di Pengadilan Agama. Implementasi konsep-konsep tersebut menjadi krusial dalam mencapai keadilan yang responsif dan seimbang, sambil tetap memperhatikan hak-hak individu yang terlibat dalam persengketaan perceraian.
Buku:
Satjipto Rahardjo, "Hukum dan Perubahan Sosial," Pustaka Pelajar, (2007),
Subekti dan R. Tjitrosoedibio,”Kamus Hukum”, Jakarta; Pradnya Paramita (1979), hlm. 43.
M. Yahya Harahap, "Hukum Acara Perdata Indonesia" (2018), hlm. 421
Satjipto Rahardjo, "Hukum dan Perilaku Moral" Yogyakarta: Genta Publishing, (2002)
Amir Syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia”, Jakarta: Kencana Prenada Media, (2006), hlm. 327
Sudikno Mertokosumo, “Hukum Acara Perdata Indonesia”, Yogyakarta, Liberty (2009). hlm. 112
Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct)”, Kode Etik Hakim, Jakarta: Pusdiklat MA RI, (2006), hlm. 2
Jurnal:
Mukhidin, “Hukum Progresif sebgai Solusi Hukum yang Mensejahterakan Rakyat”, Jurnal pembaharuan hukum Vol. 1 No. 3 (2014)
Rosyadi, M. I., “Judge Made Law: Fungsi dan Peranan Hakim Dalam Penegakan Hukum di Indonesia” AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family, vol 3 no 1 (2013)
Hartini, “Pengecualian Terhadap Asas Ultra Petitum Partium”, Jurnal Mimbar Hukum (2009)
Bayu A Wicaksono, “Hak ex Officio Hakim Sebgai Perwujudan Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dalam Perkara Perceraiaan” Pengadilan Agama Kuala Pembuang, (2022)
Safira Khofifatus Salima, Endrik Safudin. 2021. “Efektivitas Penyelesaian Perkara Secara E-Court Di Pengadilan
Agama Kabupaten Kediri”, Jurnal Antologi Hukum (2021)
Anisa Oktavia1, Imas Komala Sari2, Kholifatun Anisa “Implementasi Ecourt dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Pontanak” Tanjungpura Legal Review (2022)
Douglas W. Vick, “Interdisciplinarity and the Discipline of Law”, Journal of Law and Society, Vol. 31, (2004), hlm. 163-193.
Kenny Ferris Ave., I Gede Atha, “Ketidakadilan Hukum Dalam Sitem Peradilan Pidana Indonesia Bagi MAsyarakat Kurang Mampu” Jurnal Kertha Desa, Vol. 11 No. 4 Tahun 2023, hlm. 2234-2243
Lilik Haryadi, Suteki, “Implementasi Nilai Keadilan Sosial Oleh Hakim Dalam Perkara Lanjar Sriyanto Dari Perspektif Pancasila Dan Kode Etik Profesi Hakim” Jurnal Law Reform, Vol. 13 No. 2 (2017)
Indriati Amarini. “Evaluasi Program Peningkatan Kompetensi Hakim Melalui Pelatihan yang Terintegrasi dan Berkelanjutan di Indonesia”, JH Lus Quia Lustum, Vol. 2 No. 1 (2018) Hlm. 180-197
Internet:
Dery fenadian, “Teori Hukum Progresif dalam Pemberian Wewenang SP3 oleh KPK” https://www.hukumonline.com/berita/a/teori-hukum-progresif-dalam-pemberian-wewenang-sp3-oleh-kpk-, hukumonline, diakses tanggal 14 Februari 2024