Agen-Agen Penyebar Islam Wasathiyyah: Pembacaan Ulang Terhadap Kiprah “Tiga Serangkai” Sepeninggal KH. M. Munawwir Krapyak Dalam Kacamata Bourdieu
Main Article Content
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji ulang kiprah “Tiga Serangkai” sebagai agen-agen penyebar Islam Wasthiyyah yang memimpin Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak yang terkenal akan tradisi pengajaran dan pendidikan hafalan Alquran sepeninggal KH. M. Munawwir dengan memanfaatkan teori sosiologi milik Pierre Bourdieu. Konsep Wasathiyyah menjadi dasar dari konsep “al-Muhafdhotu ‘ala Qadimi al-Shalih wa al-Akhdhu bi al-Jadid al-Ashlah” yang bisa diartikan sebagai sikap toleran yang menerima perkembangan dan tuntutan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai dan tradisi luhur. Konsep ini juga diterapkan dalam pondok-pondok pesantren beraliran Ahlusunnah Wal Jamaah seperti Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak. Setelah wafatnya KH. M. Munawwir (Muassis Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak) pada 1942 M, kepemimpinan pesantren Al-Munawwir dipegang oleh “tiga serangkai”: 1) KH. R. Abdullah Afandi Munawwir, 2) KH. R. Abdul Qodir Munawwir, dan 3) KH. Ali Maksum (yang baru pindah dari Lasem ke Krapyak di tahun 1943 M). Konsep-konsep dalam teori sosiologi milik Pierre Bourdieu yang digunakan dalam tulisan ini adalah habitus, modal, ranah, dan praktik. Melalui pembacaan ulang terhadap kiprah “Tiga Serangkai” sepeninggal KH. M. Munawwir Krapyak dengan menggunakan teori Pierre Bourdieu, didapatkan beberapa hipotesis sebagai berikut: 1) habitus yang terdapat dalam kisah “Tiga Serangkai” sebagai penerus estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak adalah habitus “pesantren” yang memegang akidah (doksa) Ahlusunnah Wal Jamaah, 2) Modal yang dimiliki “Tiga Serangkai” sebagai agen penyebar Islam Wasathiyyah adalah modal simbolik, modal ekonomi, modal akademis, modal politik, dan modal kultural, 3) Ranah yang menjadi tempat berkiprahnya “Tiga Serangkai” adalah pondok pesantren, lembaga masyarakat luar pesantren, dan lembaga nasional, dan 4) kiprah yang berarti praktik dalam kacamata Bourdieu di sini mengarah pada kiprah “Tiga Serangkai” di sisi internal (pesantren) dan sisi eksternal (masyarakat dan nasional)
Ahmad Athoillah. (2019). KH. Ali Maksum: Ulama, Pesantren, dan NU. LKiS.
Ahmad Munir, & Agus Romdlon Saputra. (2019). Implementasi Konsep Islam Wasathiyyah: Studi Kasus MUI Eks. Karesidenan Madiun. Jurnal Penelitian Islam, 13(1), 67–88.
Almunawwir.com. (2016). Sejarah. Https://Almunawwir.Com/Sejarah/.
Budi. (2021). Biografi KH. Ali Maksum. . . Https://Www.Laduni.Id/Post/Read/55682/Biografi-Kh-Ali-Maksum.
Budi. (2022). Biografi KH. R. Abdullah Affandi. Https://Www.Laduni.Id/Post/Read/67884/Biografi-Kh-r-Abdullah-Affandi.
Khairan Muhammad Arif. (2022, November 14). Moderasi Islam (Wasathiyyah Islam) Perspektif Al-Qur’an, As-Sunnah, Serta Pandangan Para Ulama dan Fuqaha. Https://Uia.e-Journal.Id.
M. Zuhdi. (2012). Periode Awal Pesantren Krapyak. Https://Www.Nu.or.Id/Pesantren/Periode-Awal-Pesantren-Krapyak-Tz2l2.
Mangihut Siregar. (2016). Teori “Gado-Gado”Pierre-Felix Bourdieu. Jurnal Studi Kultural, 1(2), 79–82.
Michael Grenfell. (2008). Pierre Bourdieu Key Concepts. Acume Publisher.
Mohammad Adib. (2012). Agen dan Struktur dalam Pandangan Pierre Bourdieu. Biokoltur, 1(2), 91–110.
Muhammad Yasin. (2021). Konfigurasi Moderasi Keagamaan Dari Bilik Pesantren: Refleksi Dari Kota Kediri dan Yogyakarta. Edudeena: Journal of Islamic Religious Education, 5(2), 95–110.
Pierre Bourdieu. (2016). Arena Produksi Kultural: Sebuah Kajian Sosiologi Budaya (Diterjemahkan oleh Yudi Santosa). Kreasi Wacana.
Puji Qomariyah. (2013). Krapyak, Sisi Lain Pendidikan Alternatif dalam Menjawab Tantangan Zaman dari Yogyakarta. Jurnal Ilmiah “Padma Sri Kreshna,” 1(15), 77–91.
Richard Harker. (1990). (HabitusxModal) + Ranah = Praktik (Diterjemahkan oleh Pipit Maizer). Jalasutra.
Wahyudin Darmalaksana. (2020). Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka dan Studi Lapangan. Digital Library UIN Sunan Gunung Djati.